Bukan Piala Bergilir



Aku kini sadar kalau rencana manusia tidak selalu selaras dengan rencana Tuhan. Aku pikir hubungan dengan laki-laki yang satu ini akan berlangsung sedikitnya lebih dari 4 bulan. Tapi, sekali lagi, apapun yang kita inginkan tidak selalu sehati dengan rencana Tuhan Yang Maha Indah.

Aku tidak menyalahkan siapapun dalam hal ini. Mungkin karena aku tidak terlalu pandai menguatkan hatiku sendiri. Aku kalah telak dengan ujian. Entah aku yang pencemburu atau yah, dia yang tidak bisa diajak kompromi untuk “saling menjaga hati.” 

Aku pikir setelah memilih jalan untuk sendiri-sendiri, hubungan kami akan tetap baik. Tapi? Aku salah. Belum ada satu minggu kami berpencar, dia sudah pasang foto wanita aah entahlah siapa itu. Akunya adalah adik kelas jaman SMP.  

Sekarang malah sudah mendapatkan pacar, tapi dengan wanita lain lagi. Astaga, Tuhan!
Apa yang membuat aku sakit hati? Tidak ada.

Jawabannya : “TIDAK ADA.”


Aku senang melihat orang lain yang setidaknya pernah “tertawa bersama”-ku kini menemukan kebahagiaannya meski tidak lagi denganku. Munafik? Silahkan katakana itu. Tapi nyatanya aku memang tidak sakit hati. Malah aku beruntung. Apa kau tau kenapa aku merasa beruntung? Aha! Kalau kau peka dan cerdik, kau pasti akan paham dengan maksudku “beruntung”.

Kini aku tidak sedang berusaha mencari  penggantinya secepat mungkin. Maaf, hatiku bukan piala bergilir.
Tidak ada perasaan “ingin mengalahkan” si dia dalam cepat-cepat mencari yang baru. Buat apa? Apa salahnya membiarkan hati tenang sejenak. Selama ini, hati terus dihiasi dengan tinta hitam. Biarkan berubah warna sejenak sampai aku bisa membuat warnaku sendiri. 

Beruntungnya aku memiliki Tuhan yang selalu menjaga hatiku sampai saat ini. Andai aku bisa sampaikan langsung padanya,
 “Terimakasih. Walaupun memang tidak lebih lama dari masa tanam jagung, setidaknya kita pernah saling tertawa bersama. Saling menertawai satu sama lain. Aku ingat ketika kamu terjatuh dan aku membantumu bangkit. Aku bangga pernah ada saat kamu susah. Walau saat aku kehilangan separuh dari harapan hidupku dan kamu tidak ada di sana untuk setidaknya memberikan ucapan turut berduka, aku tetaplah berterimakasih. Ini hanya rencana Tuhan mendewasakan pola pikirku. Cara Tuhan yang luar biasa manis dalam mengingatkan bahwa ada yang lebih besar selain Cinta. Ya, kekuatan Allah SWT. Tuhanku Maha Esa yang tidak pernah membiarkan aku melewati semuanya sendirian. Terimakasih pernah membuatku menangis walau hanya sebentar. Kamu memang bukan yang terbaik, tapi juga tak terlalu buruk. Terimakasih atas pembelajarannya bahwa tidak semua orang memiliki pikiran yang sama denganku. Terimakasih atas keegoisan kita masing-masing sehingga kita dapat bubar jalan, lalu meneruskan hidup masing-masing. Aku harap, kamu tidak lagi mengatakan “lebay” pada orang-orang berusaha menjaga hati orang lain. Paham? Semoga.”

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer