Happy Ending
Happy Ending
Wanita di
depanku terus menundukan kepala. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menutupi
wajahnya yang sudah hampir 3 tahun ini ku kagumi kesempurnaanya. Tidak
terdengar lelucon seperti biasanya, kini ia sibuk terisak.
“Sudahlah Sienna. Minum dulu
coklat panasnya, aku membuatnya untuk kau minum. Bukan untuk kau diamkan
seperti ini.” kataku berusaha tenang, aku tidak suka melihat Sienna menangisi
orang lain selain aku. Jujur, aku sakit hati. Ia mencoba meneguk coklat
panasnya, namun ia malah tersedak dan memuntahkan semua isi perutnya. Ya Tuhan…
“Maafkan aku, Damian.” Ujar
Sienna. Aku tahu, ia mengumpulkan tenaga untuk mengutarakannya.
Aku mengambil gelas coklat panas
itu dari tangannya dan kuletakkan di meja. Aku bopong dia ke kamarku. Aku bisa
merasakan tubuhnya demam, ah bibirnya yang biasanya selalu mengkilap berwarna
merah muda kini pucat.
“Tidurlah.” aku mengambil sebuah
selimut paling tebal yang kupunya dan membalutkannya ditubuh Sienna. Ia
menggigil hebat. Aku memutuskan untuk mengomopres dahinya dengan air hangat.
Melihatnya begitu tak berdaya adalah kelemahanku, aku mencintainya lebih
daripada apapun.
5 jam yang lalu aku sedang duduk
di sebuah coffee shop dengan beberapa teman kerja merayakan keberhasilan kami,
tiba-tiba handphone-ku berdering dan tertera sebuah nama yang amat ku kenal,
Sienna Milla. Aku masih ingat suaranya diseberang telpon, ia menangis
tersedu-sedu memintaku untuk menjemputnya di rumah kosnya. Aku tau apa yang
terjadi saat itu, laki-laki itu mengkhianati Sienna untuk entah keberapa
kalinya. Dan untuk kesekian kalinya aku ada untuknya. Aku pamit pada
teman-temanku untuk pergi lebih dulu, menembus hujan deras yang sesekali
diiringi petir memekakkan telinga dan melakukan sebuah perjalanan satu setengah
jam dengan motor. Ya, semua demi Sienna, mantan kekasihku.
Ia sudah menungguku di depan
rumah kosnya dengan payung merah yang dulu aku berikan. Ia merengek minta ikut
ke rumahku dan aku, selalu tidak bisa menolak keinginannya. Ia memakai jaket
hujan milikku satu-satunya dan membiarkan diriku sendiri basah kuyup. Kami
pernah bersama selama 2 tahun, lalu Sienna memutuskan berpisah karena aku tak
kunjung memiliki pekerjaan. Ia lalu berpacaran dengan kawan satu kampus,
namanya William. Kami sudah tak bersama, tapi tidak berarti kami saling
menjauhkan diri. Contohnya seperti ini, saat Sienna menyadari William memiliki
wanita lain dihidupnya, Sienna menghubungiku, menangis di pundakku.
Tengah malam. Aku masih
menunggui Sienna yang tengah berbaring di ranjangku dan sesekali aku mengganti
kompresan di dahinya. Badannya sudah tak sepanas tadi. Ya, mungkin aku bisa
istirahat sebentar di sofa…
***
Aku terbangun oleh sinar
matahari yang menyela masuk lewat jendela. Aku merasa sangat letih dan pusing.
Semua berputar saat aku mencoba membuka mata. Namun aku bisa merasakan sebuah
selimut membungkus badanku.
“Sudah bangun?” terdengar suara
Sienna yang kini duduk di sampingku. Ia sudah jauh lebih baik.
“Maaf aku tidak merawatmu dengan
baik. Akan kubuatkan bubur untukmu. ” ujarku lalu berusaha bangkit. Ia
menahanku dan memelukku erat-erat. Lagi-lagi ia menangis.
“Harusnya aku yang meminta maaf,
Damian. Aku bodoh. Harusnya aku tahu, kamu yang terbaik. Ah, biar aku yang
buatkan bubur untukmu.” Aku bisa merasakan kesungguhan dari kata-katanya. Ah,
inilah yang aku tunggu. Perjuangan dan pengorbananku tidak akan sia-sia. Aku
percaya, Sienna adalah ‘happy ending’ -ku.
Baca tulisan ini berasa ada backsong 'Happy Ending'-nya Abdul and The Coffee Theory :3
BalasHapus*brb download lagunya*
Hapusterimakasih :D
BalasHapus