Kedaulatan Rakyat, 12 Maret 2015
Alhamdulillah.... malam ini saya diberi kesempatan untuk membagi kebahagiaan saya lagi lewat blog. saya ingin membagikan cerpen saya yang untuk kedua kalinya dimuat oleh Koran Kedaulatan Kedaulatan Rakyat pada hari Kamis 12 Maret 2015. Tanpa banyak basa-basi lagi, inilah cerpen saya :
Kisah Bintang
“Hei kamu! Apa yang kamu lakukan di situ?”
Galih berteriak dari arah balkon memanggil seseorang yang sedang melintas
dengan payung jingganya yang lebar. Gadis itu terus melangkah membiarkan Galih
mengumpat sebal. Gadis itu malah membuat sebuah bendungan kecil dengan
tangannya dan membiarkannya terisi tetesan air hujan.
Tiba-tiba pandangan
gadis berpayung jingga itu mengarah kearah Galih, bibirnya yang merah jambu
mengulum senyum ramah. Galih mendadak sesak nafas. Namun belum lama Galih
menikmati senyumannya, gadis itu beranjak pergi, seolah membawa hujan beserta
dengannya. Hujan ikut menghilang.
***
Sepiring nasi goreng
telah tersaji di depan Galih. Namun tanda-tanda untuk segera melahap makanan
tersebut tidak nampak, nasi goreng itu hanya dibiarkan mendingin.
“Ngelamunin apa heh?”
Banu, kakak Galih satu-satunya menyenggol lengan Galih begitu saja dan membuat
Galih tergagap.
“Enggak ada apa-apa.”
sahut Galih cepat. Banu hanya memandang Galih heran, tidak biasanya adiknya itu
diam di meja makan.
“Mas Banu, ada gak sih
hantu cantik dan datang waktu lagi hujan?” tanya Galih polos.
Banu sontak tertawa
mendengar pertanyaan adiknya itu, “heh, mana ada hantu cantik. Kalaupun ada,
itu hantu gak bakalan mau muncul hujan-hujanan! Nanti make up-nya luntur kena
air hujan!”
Galih merasa bertanya
pada orang yang salah. Ia meninju lengan kakaknya itu lalu beranjak pergi.
***
Malam ini bintang
bertebaran di langit Yogyakarta. Galih sedang enggan keluar rumah seperti
malam-malam cerah sebelumnya. Galih tengah merapalkan doa agar bisa diberi
kesempatan memandang gadis cantik berpayung jingga itu lagi.
Galih sudah
menghabiskan 2 cangkir teh manis sebagai teman. Namun seseorang yang diharapkan
tak kunjung melewati teras rumah. Ja sudah menunjukan pukul 21.45 dan Galih
menyerah. Dinginnya angin malam memaksanya menyudahi penantiannya. Gadis itu
tidak akan datang malam ini.
***
Cuaca memang sedang tak
menentu, pagi tadi matahari begitu teriknya memancarkan sinar. Namun malamnya,
awan mendung menguasai langit Yogyakarta, hujan turun deras. Galih mengumpat
sebal, harusnya ia mendatangi acara ulangtahun temannya malam ini. Namun gagal.
Ia hanya duduk di teras rumah, sesekali ia berjalan mondar-mandi menyesali
hujan.
Perhatiannya tiba-tiba
teralihkan saat melihat seorang gadis melintasi rumahnya dengan sebuah payung
jingga. Gadis itu berjalan pelan seolah menikmati tetesan demi tetesan yang
turun dari langit.
“Astaga, dia
benar-benar datang saat hujan!” Galih segera mengambil payung dari dalam rumah
dan mengejar gadis itu.
“Hei, siapa kamu?”
tanya Galih. Namun pertanyaannya tak digubris sama sekali. Bahkan gadis itu
tidak membalikkan badan untuk memandang seseorang di belakanngya. Berulang kali
Galih berusaha mengambil alih perhatiannya, namun ia tidak digubris. Karena
kesal, Galih memegang tangan gadis berpayung jingga itu begitu saja dan
memaksanya ikut ke rumahnya. Gadis itu menurut saja dengan Galih.
Mereka kini duduk
berhadapan di teras rumah Galih. Galih menunggu-nunggu gadis di depannya buka
suara namun ia tetap bungkam.
“Baiklah, siapa
namamu?” tanya Galih pada akhirnya. Gadis itu tersenyum lalu mengeluarkan
sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah notes.
Maaf, saya tuna
rungu. Nama saya Bintang. Tulis gadis itu di bukunya. Galih kaget bukan
main. Gadis sempurna di depannya ternyata seorang tuna rungu, dan tentu tuna
wicara. Galih diam beberapa saat membuat Bintang, nama gadis berpayung jingga
itu heran.
Ia mengambil notes
Bintang dan ikut menulis di sana. Kenapa kamu selalu muncul saat hujan?
Karena saya suka
hujan. Hujan menyamarkan air mata saya. Dan hujan membawa banyak kenangan
bersama Ibu…
Galih tertegun lagi.
Bintang punya cerita dengan hujan. Ia membalas tulisan Bintang, Maukah
berteman denganku?
Bintang tidak membalas
tulisan Galih. Ia hanya mengangguk mantap. Galih menulis lagi, Berjanjilah
Bintang, kamu tidak akan menyia-nyiakan matahari dan bulan. Mereka juga punya
cerita..
Lagi-lagi Bintang
mengangguk. Hujan reda. Ya, hujan benar-benar reda saat itu dan digantikan
dengan sebuah bulan yang nampak malu-malu untuk muncul lalu di susul ribuan
titik bintang. Mereka saksi dalam cerita Bintang yang baru.
Komentar
Posting Komentar